NAIK KE PUNCAK

Rabu, 16 Maret 2011

Cerita berikut adalah,.

Untuk salah seorang sahabat yang berkata : “aku merasa tidak mungkin berada di puncak,,sebab saat ini aku berada diantara sekawanan orang-orang yang tidak mau naik ke puncak”



........................................



1. Si Anak Elang








Seekor ayam betina menemukan telur di samping sarangnya. Melihat bentuk dan warna telur itu, si ayam betina yakin bahwa tu juga telor ayam meski memang bukan miliknya. Sebagai calon ibu, ia memiliki naluri keibuan yang sudah mulai ada, maka di simpannya telor itu dalam sarang bersama 5 calon anaknya.

Seminggu kemudian,

enam butir telor menetas dalam selang waktu hampir bersamaan. Hal pertama yang diajarkan Ibu Ayam kepada enam anaknya yang sudah beranjak kanak-kanak adalah mengais tanah. Enam anaknya termasuk si kecil yang memiliki bulu lebih lebat dari lima saudaranya. Saat pelajaran mengais, lima anak si Ibu Ayam tidak mengalami kesulitan. Tetapi si kecil Berbulu Lebat kesulitan karena bentuk cakarnya yang tajam-tajam dan besar tidak bisa menggenggam tanah, hal ini amat berbeda dengan lima saudaranya yang meiliki cakar pendek dan bisa mengais. Begitu pula saat mencari cacing di tanah, si kecil Berbulu Lebat kesulitan mematuk cacing karena paruhnya amat lancip dan bengkok.

Saat itulah, Ibu Ayam menyadari bahwa telor yang dulu ditemukannya adalah telor Elang. Meski begitu, Ibu Ayam tetap merahasiakan hal ini dan menganggap bahwa si kecil adalah anak ayam.

Beberapa bulan kemudian,

Si Anak Elang mulai bisa mengatasi kesulitan mengais dan mencari cacing, kini ia sudah dewasa. Ibu Ayam pun mengajari teori berkokok untuk anak-anaknya yang jantan. Si Anak Elang mengalami kesulitan karena kerongkongannya terdapat jakun yang mengeluarkan lengkingan. Dibantu dengan dua ayam jantan saudaranya, si Anak Elang pun latihan berkokok sambil keliling hutan.

Ketika ia membuka suara untuk berkokok,,

‘kiaaaakk...kiiaaaaak’

Lengkingan keluar dari jakunnya dan segera saja, seekor elang yang gagah melesat di atas hutan dan menikung kemudian memperhatikan si Anak Elang. Saat itu pula, dua anak ayam jantan menarik si Anak Elang untuk merunduk dan sembunyi di balik pohon.

Si Anak Elang kemudian bertanya : “Siapakah yang melesat dengan amat gagah berani itu?”

Anak ayam jantan menjawab : “Itu si Raja Cakrawala.”

Si Anak Elang berkata: “Gagah sekali ya. Apakah kita bisa seperti mereka?”

Anak ayam jantan menjawab : “Hahahaha....Ya enggak-lah....kita ini ayam,,bro...ayam...Sudahlah, ayo kita latihan lagi.”

Sejak saat itu, si Anak Elang terus merasa bahwa dirinya adalah Ayam Jantan. Ia pun rajin latihan berkokok dan akhirnya bisa berkokokdengan nyaring. Dalam hati kecilnya berkata, bahwa dia berbeda dengan saudarnya dan dia tertarik untuk berkawan dengan Elang. Setiap masuk hutan, sekawan Elang selalu menikung dan memperhatikan si Anak Elang. Sekawanan Elang itu terus saja memanggil si Anak Elang untuk bermain. Namun si Anak Elang selalu saja sembunyi dan menutup rapat-rapat nalurinya meski naluri itu ada. Dan akhirnya, si Anak Elang pun hidup sebagai Ayam Jantan hingga dia mati di sarang Ayam.













2. Si Anak Singa







Teman-teman mungkin sudah pernah melihat film atau mendengar cerita ini, yaitu tentang anak singa yang diasuh oleh sekawanan domba gunung. Anak Singa itu ditemukan tergeletak oleh Ibu Domba kemudian di sapihnya hingga kanak-kanak. Sebab hidup bersama kawanan domba, si Anak Singa pun haruslah makan rerumputan untuk mengganjal perutnya. Namun taringnya yang panjang dan tajam telah membuatnya kesulitan mengunyah apalagi mencabuti rerumputan. Saat itu, sama sekali tak terbersit dalam dirinya untuk mengganjal perut dengan daging ataupun yang lain. Perlahan, si Anak Singa mulai bisa mengatasi rasa laparnya dan berhasil memakan rerumputan.

Seperti halnya domba lain, si Anak Singa pun mengembik jika sedang gembira dan tertawa. Suara embikkan si Anak Singa amat berbeda dengan kawan-kawannya, ada sebuah desah yang amat berat di jakunnya. Meski demikian, si Anak Singa dan sekawanan domba sangatlah akur dalam kekeluargaan.

Suatu ketika, sekawanan singa lewat di padang rumput. Mereka memperhatikan sekawanan domba untuk di mangsa. Namun mereka amat kaget ketika melihat keanehan yaitu suara embikkan si Anak Singa yang tengah berlari-lari paling kencang diantara kawanan domba, sekawanan singa pun menjadi terpaku.

Malam hari tiba,

Saat sekawanan domba sedang tidur, datanglah sekawanan singa yang mengaum amat kencang dan mengagetkan domba-domba. Sekawanan domba itu terbirit-birit. Namun, si Anak Singa diam saja tak bergerak di depan Raja Singa. Si Anak Singa tidak merasa takut bahkan ia merasakan sesuatu yang amat nyaman. Si Anak Singa bingung, dilihatnya teman-teman yang brsembunyi di balik batu, spontan saja si Anak Singa mengembik “Mbeeeekkk...”

Raja Singa mengaum dan menampar si Anak Singa : “Haaaauuumrrgh!!, suara bodoh apa itu?”

Si Anak Singa makin bingung, ia tidak marah ketika Raja Singa menamparnya, ia justeru merasakan getaran kejantanan yang belum pernah dirasakannya. Kemudian Raja Singa terus mengaum-ngaum di sekitar si Anak Singa, hal ini membuat si Anak Singa jadi bergetar. Kemudian, Raja Singa berkata bahwa besok pagi ia dan kawan-kawan akan datang untuk mencari mangsa di sarang domba. Setelah berkata demikian, si Raja Singa pergi.

Si Anak Singa termenung. Kuduknya masih merinding dan kagum pada suara raungan Raja Singa. Seperti dia ingin pula mengaum. Naluri kecilnya berkata untuk mengejar si Raja Singa, namun ia ditarik oleh rasa kasih dan kenyamanan di sarang bersama kawanan domba.

Sejak saat itu, si Anak Singa memperhatikan tubuhnya yang amat berbeda dengan kawanan domba dan melihat berbagai kesamaan dengan si Raja Singa. Ia kagum dengan kegagahan Raja Singa, ia sempat berkhayak untuk mnjadi Raja Hutan seperti Raja Singa. Ingin ia untuk pergi ke hutan dan bergabung bersama kawanan singa, namun ia takut meninggalkan saudarnya dan ia takut disakiti atau dipukuli. Dan lagi, si Anak Singa tidak tau daerah hutan belantara.

Namun akhirnya,

Dengan tekad yang kuat, si Anak Singa ingin mencari tau jati dirinya dan memutuskan ke hutan belantara.

Si Raja Singa terkejut dan tersenyum melihat kehadiran si Anak Singa. Sejak itu, si Anak Singa berlatih mengaum dan berkali-kali di pukuli. Si Anak Singa pun di paksa untu makan daging segar, awalnya si Anak Singa merasa jijik dan muntah-muntah. Namun saat ia mulai mengoyak sebagian daging, dirasakanlah sensasi yang amat luar biasa menjalari tubuhnya. Si Anak Singa kini mulai berani mengeluarkan ujung taringnya dan mengasah ketajaman kuku jarinya.

Beberapa waktu kemudian, Raja Singa meninggal dunia dan si Anak Singa-lah yang menggantikan posisi Raja Hutan.













3. Si Anak Ulat







Setiap orang yang melihat dia, pasti jijik dan menyindir geli. Bentuknya yang gembal dan menggeliat, membuat setiap orang hendak cepat-cepat menjauh darinya. Tak ada satupun yang mau mengelus punggungnya. Tak ada satupun yang memujinya. Tak ada satupun yang mengejarnya, menengok saja tidak.

Dia, si Anak Ulat pohon, selalu dikucilkan dimanapun.

Saat si Anak Ulat pohon mulai tumbuh dewasa, ia bertekad bahwa ia akan menjadi yang paling dipuji, ia bertekad akan menjadi lebih baik dan setiap orang pasti mengejarnya.

Maka dengan tekad penuh, ia memberanikan diri untuk keluar dari sarang dan berkelanan ke hutan. Di cariya sebatang tumbuhan hijau untuk berdiam diri setelah lelah berjalan, ia pun mengaso sejenak. Kemudian, ditemukannyalah sebuah tangkai daun yang segar dan ada daun yang indah. Si Anak Ulat pun berdo’a kepada Allah swt di atas tangkai sana, ia berdo’a agar harapannya terkabul.

Kemudian,

Dia pun bersemedi dan menyelimuti tubuhnya dengan benang-benang halus. Menjadilah dia kepompong yang bertapa.

Beberapa waktu kemudian,

Si Anak Ulat sudah bermetamorfosis...Dia amat bergembira dan bersyukur...

Segera dia kepakkan sayap dan terbang menuju bunga mawar, bunga yang dulu selalu memaki si Anak Ulat. Bunga Mawar amat terkejut melihat perubahan si Anak Ulat. Tanpa berkata-kata, si Anak Ulat mengecup kelopak Mawar dan Mawarpun tersipu senang dan tidak pernah marah.

Sejak saat itu pula, si Alat Ulat adalah Kupu-kupu yang indah, yang disetiap langkahnya di perhatikan bahkan selalu di kejar anak-anak kecil yang tertarik pada keindahan dirinya











.



.......................................





Pelajaran 1 :

anak elang itu tidak mau keluar menerjang hutan,, maka selamanya dia terpuruk dalam lingkungan yang membenamkan ‘jati diri’ nya dan tidak akan pernah menjadi Raja Cakrawala.



Pelajaran 2 :

anak singa itu berani keluar menerjang hutan,, maka ia berhasil menemukan ‘jati diri’ nya dan bisa menjadi Raja Hutan.



Pelajaran 3 :

anak ulat yang berkorban untuk menyendiri,, maka ia berhasil berubah menjadi 180 derajat dari semula.



Lalu,,bagaiamana dengan KITA....??? Masihkah kita mempersalahkan lingkungan kita??, apakah karena orang tua kita miskin, maka kita tidak layak untuk kaya?, apakah karena kita sekolah di pelosok kampung terpencil, maka kita tidak layak untuk kuliah?, apakah karena kita berada di antara sekawan orang yang bodoh, maka kita tidak layak untuk pintar?,



Jangan lagi memperSALAHkan lingkungan,,KITA YANG SALAH sebab KITA BELUM mencoba untuk KELUAR dan HADAPI TANTANGAN. Dan sesungguhnya,,KITA bisa MEMILIH lingkungan seperti apa yang kita MAU...



....si anak elang memilih untuk menetap di sarang ayam, maka ia terus saja berkokok...

....si anak singa memilih bergabung dengan kawanan singa, maka ia berhasil mengaum dan berlari kencang...

...si anak ulat memilih tabah dan sabar mendengar sindiran kemudian dia bertapa, maka ia berhasil membungkam berbagai sindiran dan terbang indah oleh pujian tiap mahluk...



Jika kita ingin berubah dan ingin menjadi layak,,maka segera keluar-lah dari zona nyaman yang selama ini kita rasakan...Ciptakan rintangan dan Hadapi tantangan baru itu...Dengan rintangan dan tantangan,,kita belajar untuk SUKSES!!,



“jika ingin sampai ke puncak gunung,,lalui dulu hutan belantara. Sebab tanpa merangkak ke lereng,,tak kan pernah sampai ke puncak.”



Seorang sahabat berkomentar : “Naik helikopter saja”



Silahkan naik helikopter dan turun di puncak. Bagaimana jika kemudian helikopter itu tidak menjemput kita? Terpaksa kita turun ke lereng dan bisa dipastikan, kita akan segera teperosok dan terjerembab. Sebab pada awalnya, kita tidak mengetahui cara melalui lereng itu seperti apa. Berbeda halnya jika kita naik ke puncak dengan pendakian,,maka turun ke lereng merupakan sebuah jalan yang menjadi biasa...